Article Publisher: UNESCO International Institute for Higher Education in Latin America and the Caribbean (April 19, 2020)
Pandemi COVID-19 memaksa institusi pendidikan tingkat tinggi/higher education institutions (HEIs) untuk mengubah moda pembelajaran dan pengajaran ke ranah daring—meniadakan pembelajaran tatap muka. Laporan oleh UNESCO International Institute for Higher Education in Latin America and the Caribbean (IESALC) memberikan gambaran akan dampak langsung, jangka menengah dan jangka panjang dari pandemi terhadap ragam aktor, institusi dan sistem secara keseluruhan. Laporan ini juga meninjau langkah-langkah yang telah ditempuh, baik oleh pemerintah maupun HEIs guna menjamin keberlangsungan HEI. Terakhir, laporan ini memuat observasi dan rekomendasi terkait pembukaan kembali HEI serta menekankan pentingnya persiapan yang dilakukan sedini mungkin.
Terdapat tiga dampak pandemi terhadap proses pembelajaran oleh mahasiswa:
- Penyesuaian rutinitas pada kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadi penting untuk dicatat mengingat variasi kondisi dan permasalahan mahasiswa yang sudah ada sebelumnya. Hilangnya kontak sosial yang menjadi rutinitas kala perkuliahan luring pra pandemi, berefek pada keseimbangan sosio emosional mahasiswa.
- Beban finansial. Mahasiswa (dan pada banyak kasus, keluarganya) masih diwajibkan untuk membayar biaya perkuliahan. Pada kasus negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia, belum ada HEI yang membebaskan biaya perkuliahan sepenuhnya. Beberapa HEIs di Inggris, mengusulkan untuk mentransfer biaya kuliah yang sudah dibayarkan, ke periode tahun ajaran selanjutnya, alih-alih melakukan pengembalian dana ke mahasiswa.
- Penggantian kelas tatap muka. Moda pembelajaran daring menyebar secara global, terlepas dari fakta bahwasannya masih banyak rumah tangga dengan pendapatan menengah dan ke bawah yang memiliki konektivitas yang masih rendah. Oleh karenanya, amat beresiko bila semua mahasiswa diasumsikan memiliki akses ke internet yang efektif. Watts (2016) dalam laporan ini menemukan bahwasannya mahasiswa S-1 cenderung lebih menghargai formula pembelajaran jarak jauh yang mana tenaga pengajar melanjutkan pengajaran selayaknya kelas pada umumnya melalui broadcast live dan dapat diakses kembali pada waktu yang mereka inginkan. Berbeda dengan mahasiswa pasca sarjana yang lebih terbuka dengan metodologi pembelajaran dan pengajaran yang membutuhkan lebih banyak interaksi antara mereka dan tenaga pengajar.
Pada masa awal pandemi, pemerintahan di berbagai negara seperti Selandia Baru telah mengambil peranan dan kekuasaan untuk mengintervensi kebijakan terkait keberlanjutan HEIs. Pada kondisi normal, pengambil kebijakan publik sejatinya memerlukan mekanisme konsensus dalam menentukan suatu kebijakan. Secara umum, hampir semua negara telah mengambil arahan untuk melakukan transisi pedagogi ke moda daring. Transisi tersebut dipandu oleh pemerintah, umumnya pada tiga area:
- Langkah administratif. Pemerintah di berbagai negara telah mengupayakan langkah administratif seperti memodifikasi kalender ujian dan matrikulasi, serta memfasilitasi pemrogaman ulang prosedur akreditasi yang sedang berlangsung maupun penjaminan kualitas. Negara-negara di Asia seperti Cina, Hong Kong, Korea Selatan dan Indonesia telah memutuskan untuk menunda ujian penerimaan masuk HEI. Di Kolombia dan Paraguay, beberapa HEIs yang memerlukan akreditasi sebelum melaksanakan pengajaran jarak jauh, telah diberikan kewenangan langsung untuk melaksanakannya tanpa harus memenuhi prosedur administratif yang sebelumnya diberlakukan. Di Italia, kebijakan general pass bagi mahasiswa dipandang sebagai langkah yang manusiawi untuk diberlakukan.
- Sumber daya finansial. Di Amerika Serikat, telah dibentuk Higher Education Emergency Assistance Fund untuk memberikan stimulus ke perekonomian sejumlah 14,5 milyar dolar dari total 30,75 milyar yang digelontarkan pada sektor pendidikan. Australia mengambil langkah yang berbeda dengan memberikan bantuan langsung kepada 230,000 mahasiswa. Di Argentina, kebijakan yang ditempuh mewajibkan cuti berbayar kepada seluruh staf HEI mulanya selama 14 hari.
- Dukungan terhadap keberlanjutan proses pengajaran. Inisiatif untuk melanjutkan proses pembelajaran dan pengajaran berujung pada tiga sektor utama yang menjadi pusat perhatian: platform, pelatihan kepada pengajar dan konten digital. Pengadaan solusi teknologi kepada HEI yang masih kekurangan platform pembelajaran daring mejadi area yang paling utama—setidaknya memastikan keberadaan infrastuktur yang paling minimal. Di Chili, akses Google Classroom gratis diberikan kepada 19,000 mahasiswa, berkat kesepakatan antara pemerintah dan perusahaan teknologi terkait. Universitas Republik di Uruguay, mengadakan pelatihan ekosistem virtual guna memastikan kompetensi pengajar dalam mengoperasikan teknologi yang rumit—yang mana tidak semua tenaga pengajar tentunya telah memiliki kompetensi yang cukup terkaitnya.
Bagi HEIs sendiri, perubahan moda pembelajaran ke daring bukan lah suatu keputussan yang diambil tanpa kekhawatiran. Banyak pemimpin universitas yang meyakini bahwasannya memaksa mahasiwa untuk mengikuti kelas daring, akan berdampak pada hilangnya minat bagi mahasiswa untuk kembali ke HEIs setelah ia dibuka kembali. Kekhawatiran juga terdapat pada persyaratan teknologi yang harus dapat diakses oleh mahasiswa. Banyak pula pemimpin universitas yang mempercayai bahwasannya kondisi pengajaran daring saat ini, masih belum dapat memenuhi standar pedagogi dan teknologi hingga mampu memberikan pembelajaran daring yang berkualitas. Oleh karenanya, beberapa sektor telah dicakup oleh HEIs, seperti:
- Sektor kesehatan. Protokol kesehatan semasa pandemi menjadi amat penting untuk diterapkan, terutama guna menjamin keberlangsungan aktivitas administratif dan personil non akademik yang hanya dapat menjalankan tugasnya di wilayah bangunan kampus.
- Pengaturan kalender. HEIs dapat memodifikasi kalender akademik agar dapat mengakomodasi kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkait pembatasan dan penundaan hal-hal seperti ujian, upacara wisuda dan tanggal permulaan semester baru.
- Keberlanjutan pengajaran. Terdapat disaparitas pelaksanaan kelas daring yang cukup besar antara HEIs yang telah memiliki kapasitas (tekonologi dan sumber daya pengajaran) yang cukup dan HEIs masih memerlukan bantuan. Beberapa universitas di Brazil, memiliki ragam platform yang memfasilitasi akses terhadap konten digital dan juga penggunaan video-streaming. Di lain sisi, terdapat universitas di Bolivia yang hanya mampu memanfaatkan aplikasi-aplikasi umum seperti surel, panggilan video dan WhatsApp. Walau demikian, sekalipun pada kasus HEIs yang telah memiliki sarana pengajaran dengan teknologi yang mumpuni, beberapa masih melihat kebutuhan akan mempersiapkan pengajar dan mahasiswa untuk bertransisi ke moda pembelajaran daring. Di Universitas Los Andes di Kolombia, pelatihan diadakan seminggu sebelum kelas tatap muka ditiadakan.
Keberlanjutan pengajaran semasa pandemi, juga membutuhkan keberadaan kerangka regulasi guna menyelaraskan standar akan berbagai inovasi dan eksperimentasi pedagogi daring. HEIs juga membutuhkan analisis terkait pengalaman dan kapasitas pengajaran daring yang telah mereka miliki sebelum pandemi. HEIs juga dapat belajar dari universitas yang memang memberlakukan prosedur pembelajaran jarak jauh. Pasalnya, pengalaman yang dimiliki oleh universitas berbasis pembelajaran jarak jauh, mampu memberikan masukan terhadap proses virtualisasi pedagogi.
- Dukungan terhadap sumber daya teknologi dan referensi pembelajaran. Di Amerika Latin, sumber daya HEI seperti perpustakaan diharuskan untuk meniadakan aktivitas tatap muka. HEIs harus memiliki kesadaran penuh akan resiko tertinggalnya mahasiswa yang tidak memiliki akses internet yang efektif di rumahnya, semasa proses pengajaran jarak jauh. Pemerintah Peru telah memberikan himbauan kepada HEIs agar menyediakan bantuan alternatif kepada mahasiswa yang tidak memiliki peralatan/teknologi guna mengakses pengajaran dan pembelajaran daring.
- Dukungan sosial-emosional. Semasa himbauan atau pemberlakuan pembatasan aktivitas sosial di luar rumah, mahasiswa menjadi fokus utama pelayanan bantuan kesehatan psikologis. Universitas Catolica Andres Bello di Venezuela, meluncurkan program “Psychological Support Group in Times of Pandemic” yang dipandu oleh terapis profesional melalui konferensi-video.
Pada saat yang bersamaan, peniadaan kelas tatap muka untuk sementara waktu, memberikan ruang bagi pembuat kebijakan publik maupun HEIs itu sendiri untuk mempersiapkan pembukaan kembali HEIs ketika kondisi sudah memungkinkan. UNESCO merumuskan enam prinsip dasar yang dapat menjadi panduan di masa yang akan mendatang:
- Menjamin hak atas pendidikan tingkat tinggi melalui kerangka yang memberikan kesempatan yang sama dan bersifat tanpa diskriminasi bagi semua individu;
- Leave no student behind;
- Meninjau kebijakan peraturan dan kerangka kerja yang telah ada saat ini.
- Mempersiapkan institusi untuk melanjutkan kelas tatap muka sedini mungkin guna memastikan kejelasan alur komunikasi kepada seluruh sivitas akademika
- Melihat pelanjutan kembali aktivitas tatap muka sebagai kesempatan untuk berpikir ulang mengenai desain proses pembelajaran dan pengajaran.
- Pemerintah dan HEIs dapat membangun mekanisme koordinasi yang memungkinkan kemajuan bersama menuju resiliensi yang lebih baik terhadap krisis serupa yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Implementasi prinsip-prinsip tersebut dapat mengadopsi strategi yang berbeda-beda. Pada level institusional, HEIs dapat:
- Mengantisipasi penundaan kelas tatap muka yang akan terus diperpanjang. Pada mode menunggu hingga aktivitas pengajaran tatap muka kembali diadakan, sumber daya dapat difokuskan untuk melakukan pelatihan kepada tenaga pengajar, menjamin keberadaan peralatan/teknologi, menciptakan mekanisme tata kelola dan pemantauan, serta penyaluran bantuan yang efisien.
- Merancang suatu daya ukur pedagogis guna mengevaluasi dan membangun mekanisme yang dapat mendorong pembelajaran bagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan (disadvantages) pada ragam aspek. Hal tersebut bisa berupa mekanisme individualized tutoring, penawaran program summer/winter school sebagai seminar pengganti dan kelompok belajar pada mata kuliah tertentu guna menjamin kemajuan belajar yang setara.
- Mendokumentasikan seluruh perubahan pedagogi dan dampaknya.
- Belajar dari kesalahan yang ada, yang diakibatkan oleh peningkatan digitalisasi, hibridisasi pembelajaran yang bersifat di mana-mana (ubiquitous). Virtualisasi kelas telah meninggalkan kelompok mahasiswa yang memiliki keterbatasan sosio-ekonomi. Banyak negara yang membuat kesalahan dengan hanya bergantung pada pembelajaran daring saja, yang mana membuat kesempatan belajar hanya terbuka bagi mahasiswa yang memiliki akses internet yang efisien. Beberapa inovasi yang dapat ditempuh oleh institusi pendidikan tinggi:
- Mengakui potensi dari gawai sebagai alat belajar, yang mana pemanfaatannya pada pedagogi kerap kali diabaikan atau bahkan ditolak;
- Penyediaan peralatan dan paket data bagi mahasiswa maupun tenaga pengajar;
- Mengaktifkan kembali fungsi radio dan televisi nasional sebagai platform pembelajaran;
- Menggunakan teknologi berbiaya rendah dalam menjelajahi kemungkinan untuk merekam kelas tatap muka yang dapat diarsipkan;
- Mengembangkan kapasitas tenaga pengajar dengan memberikan insentif dan dukungan yang sepatutnya, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja.
- Mendorong refleksi internal terkait pembaruan model pembelajaran dan pengajaran.
Penulis: Muhammad Rizky